top of page

Festival Budaya Queer Seoul Kembali Setelah 3 Tahun Dalam Diskriminasi oleh Instansi-Instansi Korea

Festival Budaya Queer Seoul adalah festival budaya minoritas seksual terbesar yang diadakan di Korea, dan pada saat yang sama, merupakan tempat demonstrasi menuntut penghapusan diskriminasi terhadap kaum LGBT. Festival ke-23 ini dapat dijalankan lagi setelah tiga tahun absen karena COVID-19, tetapi masih harus menanggung administrasi diskriminatif dari Kota Seoul.

  • Penerjemah bahasa Indonesia: Payung

  • Pemeriksa bahasa Indonesia: -

  • Penulis bahasa asal: Miguel

  • Pemeriksa bahasa asal: 권태, 레이, 에스텔


Festival Budaya Queer Seoul, acara minoritas seksual terbesar di Korea, telah diadakan di Seoul Plaza pada tanggal 16 Juli. Karena COVID-19, acara tersebut sebagian besar diadakan secara online selama 2 tahun terakhir, tetapi setelah 3 tahun, acara tersebut dapat dijalankan offline bersama banyak peserta. Walaupun Festival menghadapi pertentangan secara administrasi dari Kota Seoul, diikuti hujan deras yang turun tepat sebelum pawai, dan disertai teriakan keras oleh golongan pembenci sekitar Seoul Plaza, tetapi panitia memperkirakan 135.000 peserta mengadakan acara dengan penuh semangat.

Sebuah banner yang menunjukkan adanya festival di pintu masuk Seoul Plaza. (Sumber: Goham20)
Sebuah banner yang menunjukkan adanya festival di pintu masuk Seoul Plaza. (Sumber: Goham20)

Sekitar 80 organisasi, termasuk organisasi hak asasi manusia, kedutaan dan perusahaan, mendirikan booth di Seoul Plaza. (Sumber: Goham20)
Sekitar 80 organisasi, termasuk organisasi hak asasi manusia, kedutaan dan perusahaan, mendirikan booth di Seoul Plaza. (Sumber: Goham20)

Acara seperti pertunjukan dan sambutan kesetiakawanan diadakan di panggung utama.  Dalam foto tersebut, Pusat Konseling Korban Kekerasan Seksual Korea dan Koalisi Nasional untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas membuat pernyataan kesetiakawanan. (Sumber: Goham20)
Acara seperti pertunjukan dan sambutan kesetiakawanan diadakan di panggung utama. Dalam foto tersebut, Pusat Konseling Korban Kekerasan Seksual Korea dan Koalisi Nasional untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas membuat pernyataan kesetiakawanan. (Sumber: Goham20)

Penggemar K-POP juga ikut serta dalam festival tersebut.  Bendera 'Rainbow MooMoo', yang dibuat oleh penggemar Mamamoo untuk mendukung Festival Budaya Queer, berkibar. (Sumber: Goham20)
Penggemar K-POP juga ikut serta dalam festival tersebut. Bendera 'Rainbow MooMoo', yang dibuat oleh penggemar Mamamoo untuk mendukung Festival Budaya Queer, berkibar. (Sumber: Goham20)

Seoul Plaza itu dikelilingi oleh pagar, dan di luar pagar, golongan pembenci mengelilingi pagar dan menggunakan pengeras suara untuk mengadakan unjuk rasa anti-LGBT yang riuh. (Sumber: Goham20)
Seoul Plaza itu dikelilingi oleh pagar, dan di luar pagar, golongan pembenci mengelilingi pagar dan menggunakan pengeras suara untuk mengadakan unjuk rasa anti-LGBT yang riuh. (Sumber: Goham20)

Bendera pelangi besar, yang menjadi simbol Pawai Queer Seoul, muncul di Seoul Plaza. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)
Bendera pelangi besar, yang menjadi simbol Pawai Queer Seoul, muncul di Seoul Plaza. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)

Pawai berlanjut walaupn hujan deras turun. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)
Pawai berlanjut walaupn hujan deras turun. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)

Saat para peserta mengikuti pawai, banyak polisi mengikuti mereka untuk mencegah masuknya golongan pembenci. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)
Saat para peserta mengikuti pawai, banyak polisi mengikuti mereka untuk mencegah masuknya golongan pembenci. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)

Setelah pawai, rombongan pungmul (sebuah kumulan musik yang menggunakan instrumen tradisional Korea) melanjutkan pertunjukan terakhir mereka yang penuh kegembiraan di Seoul Plaza, memegang instrumen dengan tulisan "Undang-Undang Anti-Diskriminasi, Sekarang Juga" tertulis di atasnya. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)
Setelah pawai, rombongan pungmul (sebuah kumulan musik yang menggunakan instrumen tradisional Korea) melanjutkan pertunjukan terakhir mereka yang penuh kegembiraan di Seoul Plaza, memegang instrumen dengan tulisan "Undang-Undang Anti-Diskriminasi, Sekarang Juga" tertulis di atasnya. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)


Otoritas Kota Tidak Kooperatif dengan Festival

Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan kenyataan bahwa lembaga pemerintah Korea secara sistematis mengabaikan minoritas seksual, beserta fakta bahwa lembaga administratif Pemerintah Metropolitan Seoul sangat tidak kooperatif dalam mengadakan festival. Pemerintah Metropolitan Seoul membentuk 'Komite Warga untuk Mengoperasi Plaza Secara Terbuka' untuk meninjau apakah akan mengadakan Festival Budaya Queer Seoul atau tidak, dan komite ini mengatakan akan meninjau apakah festival itu 'sehat'. Penggunaan Seoul Plaza untuk acara lain dioperasikan dengan sistem pelaporan, tetapi hanya Festival Budaya Queer yang diperlukan ditinjau kembali.

Pada akhirnya, panitia secara bersyarat menyetujui festival tersebut dengan ketentuan bahwa jika pertunjukan berlebihan yang tidak senonoh dan tidak bermoral ditampilkan dan dijual, festival selanjutnya dapat dibatasi. Golongan pembenci bersikeras melarang festival, berpendapat bahwa barang-barang yang meniru bentuk alat kelamin dijual di lokasi festival, maka keputusan pemerintah mempertimbangkan konteks yang sama.

Namun, melihat risalah rapat panitia, tidak ada standar yang jelas untuk pertunjukan berlebihan dan tidak bermoral, dan beberapa anggota mengatakan bahwa keberadaan orang LGBT berbahaya bagi pendidikan anak-anak atau harus membuat preseden untuk membatasi festival. Keputusan panitia menunjukkan bagaimana lembaga pemerintah menyensor keberadaan dan perilaku kaum LGBT berdasarkan kebencian dan prasangka bahwa 'Acara LGBT dan orang LGBT tidak bermoral'.


Ada banyak contoh lembaga pemerintah yang melakukan administrasi diskriminatif untuk acara LGBT.

Walikota Seoul terpilih kembali Oh Se-hoon mulai menjabat pada 1 Juli.  (Sumber: Kantor Walikota Seoul)
Walikota Seoul terpilih kembali Oh Se-hoon mulai menjabat pada 1 Juli. (Sumber: Kantor Walikota Seoul)

Juga, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Korea Harian Kukmin, Walikota Seoul Oh Se-Hoon berkata, “Pendapat pribadi saya menentang homoseksualitas,” atau berkata, “Jika ada tindakan yang merusak moral yang baik [...] penggunaan Seoul Plaza bisa dibatasi.” Pemerintah kota telah mengungkapkan niatnya untuk menghentikan penyelenggaraan acara LGBT dengan menetapkan administrasi yang diskriminatif. Selain melindungi warga dari perlakuan diskriminatif dan kekerasan, kota Seoul dan walikota Seoul mengabaikan kenyataan dengan alasan 'kebiasaan dan moral' ​​atau 'pendapat pribadi' dan lebih membenarkan penetapan diskriminasi oleh lembaga pemerintah.

Setelah keputusan panitia diumumkan, penyelenggara festival dan warga bertanya 'apakah standar untuk pertunjukan yang berlebihan?' ke kota Seoul, tetapi pejabat balai kota mengatakan bahwa itu akan didasarkan pada "apakah itu mengganggu masyarakat atau tidak” dan memberikan jawaban yang ambigu. Dapat diringkas bahwa pertimbangan akan diserahkan kepada penilaian subjektif dari setiap pejabat publik tanpa standar yang jelas, dan ini menyebabkan banyak masalah karena dapat menyebabkan pribadi LGBT memperkuat penghakiman diri yang tidak adil dan tidak perlu.


Diskriminasi Terhadap Kaum LGBT oleh Instansi Pemerintah Kembali Terulang

Masalah lain dengan pemeriksaan komite adalah jangka waktu. Keputusan yang seharusnya diambil dalam waktu 48 jam ditunda selama dua bulan. Penundaan ini mengingatkan kasus pendirian badan penyelenggara festival. Tahun lalu, kota Seoul memutuskan untuk tidak mengizinkan panitia penyelenggara mendirikan badan hukum setelah menunggu selama dua tahun. Selain itu, dalam jawaban yang komite ajukan ke Komisi Banding Administratif Pusat, komite berpendapat bahwa tujuan panitia penyelenggara untuk mengejar kesetaraan bagi kaum LGBT bertentangan dengan Konstitusi Korea sehingga menimbulkan protes publik.

Ada banyak contoh lembaga pemerintah yang melakukan administrasi diskriminatif untuk acara LGBT. Sebagai contoh, pada tahun 2017, ketika Queer Women's Network merencanakan Festival Olahraga Wanita Queer, Dongdaemun-gu (salah satu dari 25 distrik otonom Seoul) tiba-tiba membatalkan penyewaan stadium, dan Kantor Haeundae-gu Busan secara terang-terangan tidak mau mengadakan Festival Budaya Queer Busan 2019 dan ikut campur untuk menghalang acara. Selain itu, pada tahun 2018, Kantor Dong-gu di Incheon tidak mengizinkan penggunaan lapangan untuk Festival Budaya Queer Incheon, dan pada hari festival, golongan pembenci yang dipimpin oleh kelompok Kristen merusak barang dan kendaraan festival atau menyerang peserta. Akan tetapi, polisi tidak mengambil tindakan untuk mengatasinya.


Duta Besar Amerika Serikat Goldberg berbicara di Festival Budaya Queer. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)
Duta Besar Amerika Serikat Goldberg berbicara di Festival Budaya Queer. (Sumber: Penyelenggara Festival Budaya Queer Seoul)

Pada Festival Budaya Queer Seoul ini, Duta Besar Amerika Serikat Goldberg dan diplomat lainnya hadir dan menyampaikan pendapat kesetiakawanan di atas panggung. Banyak orang LGBT merasa telah mendapat dukungan yang kuat melihat diplomat asing mempromosikan hak LGBT setiap tahun. Dukungan ini juga membuktikan kenyataan bahwa otoritas Korea, yang seharusnya paling dekat dengan masyarakat Korea, mendiskriminasi warga dan mendorong menghasilkan kekerasan. Walaupun Festival Budaya Queer Seoul ke-23 diadakan dan suara-suara dikeluarkan untuk mengkritik administrasi yang diskriminatif, inilah sebabnya memprihatinkan tentang tidak bertanggung jawabnya instansi-instansi pemerintah, terhadap berbagai acara LGBT yang diharapkan akan diadakan selanjutnya.




※ Terima kasih kepada Goham 20, jurnalis pemuda Korea, atas kerja sama untuk pengambilan gambar di tempat Festival Budaya Queer.


 
  • Penerjemah bahasa Indonesia: Payung

  • Pemeriksa bahasa Indonesia: -

  • Penulis bahasa asal: Miguel

  • Pemeriksa bahasa asal: 권태, 레이, 에스텔

Bahan Referensi







4 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page