'Gugatan Kesetaraan Pernikahan' Dimulai
- lgbtnewskorea
- 6 hari yang lalu
- 6 menit membaca
Sebelas pasangan sesama jenis yang tinggal di Korea mengajukan gugatan ke pengadilan dengan menyatakan bahwa kegagalan menerima pendaftaran pernikahan pasangan sesama jenis merupakan diskriminasi yang tidak adil.
Penerjemah bahasa Indonesia: Payung
Pemeriksa bahasa Indonesia: -
Penulis bahasa asal: 레이
Pemeriksa bahasa asal: Miguel
Dipostingkan oleh: Miguel
Didesain oleh: 가리
*Artikel ini ditulis pada akhir November hingga awal Desember tahun lalu, 2024. Pengunggahan artikel ini ditunda karena pemberontakan militer yang terjadi di Korea, maka diharapkan dapat dibaca dengan mempertimbangkan periode penulisan.
'O Tuhan! Biarkan pasangan sesama jenis juga mengalami neraka yang sama seperti kita.' Pada tanggal 7 September 2013, ketika pasangan sesama jenis Kim Jho Gwang-soo dan Kim Seung-hwan menikah, 'Korean Married Couples Association' memasang spanduk dengan ungkapan yang jenaka memikat perhatian. Namun akta nikah mereka tidak diterima. Pada tanggal 21 Mei 2014, keduanya mengajukan permohonan banding atas tidak diterimanya pencatatan pernikahan mereka di Pengadilan Distrik Seoul Barat, namun ditolak.1 Bahkan setelah 10 tahun, pernikahan sesama jenis masih belum diakui secara hukum oleh Pengadilan di Korea. Pada tanggal 11 Oktober 2024, pada hari 'Coming Out Day' terakhir, 11 pasangan sesama jenis yang tinggal di Korea mengajukan gugatan kepada pengadilan.2 Tindakan tersebut adalah tindakan menaikkan gugatan kepada pengadilan atas keputusan kantor distrik yang tidak menerima laporan pernikahan mereka karena mereka adalah sesama jenis, dan itu adalah diskriminasi yang tidak adil. Gugatan ini adalah gugatan yang pertama kalinya dijalankan massal untuk diajukan sekaligus terhadap keputusan administratif untuk tidak menerima pencatatan perkawinan dengan alasan bahwa mereka adalah pasangan sesama jenis, dan bahkan menantang inkonstitusionalitas undang-undang perdata saat ini.3
Pada tanggal 10, 'Pernikahan untuk Semua', kumpulan organisasi kampanye untuk melegalkan pernikahan sesama jenis, yang terdiri dari kelompok koalisi seperti ‘Aksi Pelangi’, penentang diskriminasi terhadap minoritas seksual, dan ‘Solidaritas Kesetaraan Pernikahan’, membuka pres dan menyatakan, “Hukum perdata yang berlaku saat ini melanggar hak pasangan sesama jenis atas kesetaraan, hak untuk mengejar kebahagiaan, dan kebebasan menikah.” Dua puluh dua orang tersebut yang mengajukan gugatan telah lama hidup bersama, membentuk komunitas ekonomi, dan dalam hubungan pernikahan de facto. Mereka melaporkan pernikahan mereka ke kantor kecamatan, namun ditolak. Tidak ada ketentuan dalam undang-undang perdata saat ini yang melarang perkawinan pasangan sesama jenis, kecuali perkawinan sesama jenis yang sedarah atau pun bigami. Walaupun hubungan mereka tidak melawan hukum secara langsung, pencatatan perkawinan mereka masih ‘tidak diterima’.
"Alasan pasangan sesama jenis ingin menikah tidak berbeda dengan alasan orang lain. Mereka saling mencintai, berbagi hidup bersama, dan ingin hidup sebagai sebuah keluarga."
Apa yang Dimaksud dengan Gugatan Kesetaraan Pernikahan?
'Gugatan kesetaraan pernikahan' yang diajukan oleh 'Pernikahan untuk Semua' terdiri dari dua bagian. Pertama, pada tanggal 11, mereka mengajukan banding ke pengadilan yang berwenang berdasarkan pemberitahuan tidak diterimanya pencatatan perkawinan 11 pasangan sesama jenis. Setelah itu, mereka meminta masing-masing pengadilan untuk meninjau konstitusionalitas undang-undang perdata saat ini, yang hanya memperbolehkan pernikahan antara pasangan lawan jenis. Apabila permohonan tersebut diterima oleh pengadilan, maka masing-masing pengadilan akan memohon pengujian inkonstitusionalitas undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi, dan apabila ditolak, maka para masing-masing pihak dari 11 pasangan akan meminta pengujian terhadap gugatan konstitusionalnya langsung ke Mahkama Konstitusi. Selain itu, mereka berencana untuk melanjutkan gerakan legislatif untuk mengubah undang-undang menjadi menetapkan perkawinan didasarkan pada laporan dari kedua belah pihak yang berjenis ‘berbeda atau pun sejenis’.
Kim Yong-min (34) dan So Seong-wook (33) juga berpartisipasi sebagai salah satu pihak dalam gugatan tersebut. Juli lalu, mereka berjalan menghasilkan keputusan Mahkamah Agung bahwa pasangan sesama jenis dalam pernikahan sipil harus diakui sebagai tanggungan asuransi kesehatan. Dua minggu setelah keputusan tersebut, Jaminan Kesehatan Nasional mengakui status tanggungan Bapak So, dan saat ini, setidaknya empat pasangan sesama jenis telah dipastikan memperoleh kualifikasi tersebut, termasuk Kim Yong-min dan So Seong-wook.
Gugatan pengakuan tanggungan jaminan kesehatan untuk pasangan sesama jenis:
Baca artikel LGBT News Korea tentang sidang pertama: Siapa yang Beri Hak Keluarga? - Gugatan Pasangan Sejenis dan Jaminan Kesehatan Nasional
Baca artikel LGBT News Korea tentang sidang kedua: Siapa yang Beri Hak Keluarga? 2 - Gugatan Pasangan Sejenis dan Jaminan Kesehatan Nasional
Baca artikel LGBT News Korea tentang keputusan Mahkamah Agung: Mahkamah Agung Akui Pasangan Sejenis sebagai Orang Diasuh ... Kasus Pertama Hak Pasangan Sejenis
Saat ini, pernikahan sesama jenis dapat dilaksanakan di 39 negara seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Brasil. Secara khusus, perubahan sedang terjadi di Asia, dengan Taiwan menjadi negara pertama di Asia yang melegalkan pernikahan sesama jenis pada tahun 2019. Di Nepal, pada bulan Juni 2023, Mahkamah Agung mengeluarkan perintah sementara untuk pertama kalinya kepada pemerintah Nepal untuk mengizinkan semua pasangan sesama jenis dan transgender mendaftarkan pernikahan mereka, dan pada bulan November, semua kantor administratif setempat mengambil langkah untuk mengizinkan pernikahan sesama jenis dan transgender.8 Di Thailand, 'Undang-Undang Kesetaraan Pernikahan' disahkan pada bulan Juni lalu, yang memperbolehkan pernikahan sesama jenis, dan mulai bulan Januari tahun depan, pernikahan dapat didaftarkan tanpa tergantung pada gender. Di Jepang, gugatan hukum terkait kesetaraan pernikahan telah berlangsung di lima kota di seluruh negeri sejak tahun 2019, dan pada bulan Maret, Pengadilan Tinggi Hokkaido Sapporo memutuskan bahwa larangan pernikahan sesama jenis tidak konstitusional.
Pengacara Cho Sook Hyun dari Pusat Advokasi Hak Asasi Manusia dan Kepentingan Umum Masyarakat Demokratik, yang kali ini menjalankan gugatan tersebut bersama, mengatakan, "Pada masa lalu, ketika gugatan hukum diajukan untuk penghapusan ‘sistem kepala keluarga’ dan ‘sistem pelarangan pernikahan sama marga’, ada yang khawatir bahwa setiap keluarga akan runtuh, tapi tidak terjadi apa-apa. Sebaliknya, kesetaraan telah terwujud,” katanya. “Legalisasi pernikahan sesama jenis adalah demi hak pasangan sesama jenis, namun juga dimaksudkan untuk memperbaiki sistem diskriminatif yang masih ada dalam hukum keluarga.”
Persepsi masyarakat Korea juga berubah secara signifikan.4 Menurut survei Gallup Korea yang dilakukan pada Mei 2023, 40% masyarakat mendukung undang-undang pernikahan sesama jenis. Jumlah ini meningkat sebesar 15% dibandingkan 10 tahun yang lalu, dan perubahan ini diperkirakan akan semakin cepat terjadi, terutama karena mayoritas generasi muda mendukung kesetaraan pernikahan.
Kisah Pasangan dalam Gugatan Hukum Kesetaraan Pernikahan
Ada juga banyak perhatian media terhadap gugatan hukum kesetaraan pernikahan. Usai konferensi pers untuk mengajukan gugatan, media-media besar terkini menceritakan kisah 11 pasang penggugat melalui artikel yang mendalam. Secara khusus, Sisa IN bertemu langsung dengan 11 pasangan dan mengabadikan columnnya dengan cerita kehidupan serta impian mereka secara detail.5 Di bawah ini kami menceritakan kisah para penggugat gugatan kesetaraan perkawinan yang berbicara pada konferensi pers.6
“Jia dan saya mendaftarkan pernikahan kami di Kantor Mapo-gu dua tahun lalu. Alasan kami mendaftarkan pernikahan kami meskipun kami tahu pernikahan kami tidak akan diakui secara resmi adalah karena kami ingin Kantor Mapo-gu, Pemerintah Metropolitan Seoul, dan pemerintah Korea mengetahui bahwa ada orang seperti kami. Alasan kami ikut serta sebagai penggugat dalam gugatan ini tidak jauh berbeda. Saya ingin menunjukkan bahwa sebagai warga negara biasa di dalam masyarakat Korea, saya sudah tinggal bersama orang yang saya cintai sebagai keluarga, sama seperti orang lainnya.” - Son Munsuk (pemohon)
“Saya telah tinggal bersama Kim Chan-young, yang berada di samping saya, saling mencintai dan peduli selama 10 tahun terakhir. Seperti orang-orang di sini saat ini, setelah menjalani rutinitas sehari-hari di tempat kerja, menyantap makan malam hangat bersama di rumah, menonton TV dan melakukan percakapan seperti 'Bagaimana harimu pada hari ini?', dan memelihara anjing, dan hal-hal seperti itu adalah kegembiraan dan kekuatan pendorong kehidupan terbesar. Meskipun kami menikmati kehidupan sebagai pasangan biasa, kami merasa jauh lebih kecil di hadapan hukum yang tidak mengakui hubungan kami. Bahkan saat kami tinggal bersama, meski di atas kertas, saat mencari rumah untuk tinggal bersama, saat mendaftar asuransi untuk bersiap menghadapi kecelakaan yang tidak terduga, atau saat membicarakan masalah warisan, kami bukanlah keluarga, melainkan orang asing. Di tempat kerja dan di masyarakat, kita hanya dilihat sebagai separuh dari kehidupan yang sebenarnya kami jalani. (...) Jika seseorang bertanya kepada saya, 'Apa yang paling penting dalam hidup', saya akan menjawab 'keluarga'. Alasan mengapa saya ingin pernikahan diakui secara setara adalah karena, seperti orang lain, ‘keluarga’ sangat berharga. Bagi saya, keluarga saya saat ini adalah hal yang paling dekat dalam kehidupan sehari-hari saya dan paling berharga. - Jeong Kyuhwan (pemohon)
“Alasan pasangan sesama jenis ingin menikah tidak berbeda dengan alasan orang lain. Mereka saling mencintai, berbagi hidup bersama, dan ingin hidup sebagai sebuah keluarga. Namun, dalam masyarakat Korea, mereka tidak mendapatkan perlindungan, dan hormat yang didapatkan melalui pernikahan. Memperbolehkan warga minoritas seksual untuk dapat membayangkan masa depan mereka dan melanjutkan hidup mereka di sini bukan sekedar masalah kehormatan, tetapi juga merupakan ‘masalah mendesak dalam kehidupan sekarang juga’. Minoritas seksual Korea telah berjuang untuk mendapatkan kembali kehormatan mereka, dan gugatan hukum ini merupakan perpanjangan dari hal tersebut. Pasangan sesama jenis yang hidup sebagai tetangga biasa dalam masyarakat kita telah melangkah maju sebagai penggugat dalam gugatan untuk menikmati perlindungan dan rasa hormat yang setara. Kami berharap sesama warga negara akan bergabung dengan kami dalam perjalanan ini melalui dukungan hangat dan solidaritas.” - Yi Horim (Aktivis Pernikahan untuk Semua)
Video terkait konferensi pers gugatan kesetaraan pernikahan dan berita pasangan yang ikut serta dalam gugatan dapat dilihat di YouTube “Pernikahan untuk Semua” (https://www.youtube.com/watch?v=K00aqcXpdxs), website (https://marriageforall .kr/), dan Instagram! (https://www.instagram.com/marriageforall.kr/)


Penerjemah bahasa Indonesia: Payung
Pemeriksa bahasa Indonesia: -
Penulis bahasa asal: 레이
Pemeriksa bahasa asal: Miguel
Dipostingkan oleh: Miguel
Didesain oleh: 가리
Bahan Referensi
Comments